Saturday, August 21, 2010

Sejarah Singkat Gedung Sate


Gedung Sate yang terletak di Bandung, pada masa Hindia Belanda  disebut dengan Gouvernements Bedrijven (GB). Peletakan batu pertama Pembangunan gedung sate dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, yakni puteri sulung Walikota Bandung, B.Coops dan Petronella Roelofsen, yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum, pada tanggal 27 Juli 1920.
Gedung Sate merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir.Eh.De Roo dan Ir.G.Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, yang diketuai oleh Kol.Purnawirawan.VL.Slors dengan melibatkan 2.000 pekerja, 150 orang diantaranya merupakan tenaga pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaaan China yang berasal dari Konghu atau Kanton, serta dibantu oleh tukang batu,kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok, dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).
Begitu Kuat dan utuhnya Gedung Sate yang hingga kini masih berdiri kokoh, dikarenakan dinding gedung tersebut terbuat dari kepingan batu-batu yang digali dari bongkahan-bongkahan batu alam yang dipotong kedalam ukuran tertentu yang jumlahnya mencapai ribuan. Kepingan batu-batu tersebut  berasal dari daerah Cihaurgeulis Bandung, diangkut dengan kereta gantung menuruni perbukitan di wilayah Bandung Utara. Kalau kita perhatikan di ujung paling atas Gedung Sate tersebut terlihat tusuk sate yang berjumlah 6 buah yang menunjukan bahwa biaya pembangunan gedung sate menelan biaya sebesar  6 Holden.
Sejak tahun 1980 gedung sate identik dengan Kantor Pemerintahan Propinsi Jawa Barat yang merupakan Kantor Gubernur Jawa Barat beserta para beberapa pejabat pemerintahan lainnya berada di Gedung sate ini, tak heran saat ini  Gedung Sate yang semakin mempesona, menjadi icon Jawa Barat yang tidak tergantikan.

Friday, August 20, 2010

Sejarah Angklung


Angklung merupakan sebuah alat musik yang terbuat dari dua atau lebih tabung bambu yang terpasang pada rangka bambu.
·        Kata Angklung ditemukan dalam naskah kuno di Cibadak (Sukabumi) pada tahun 1.031 M, dan di Negara Kertagama (Zaman Kerajaan Majapahit,) pada tahun 1.365 M
·         Angklung tertua ditemukan di Jasinga, Bogor, dan diperkirakan berusia lebih dari 500 tahun, dan
·         Pada awal abad ke 17, Angklung digunakan sebagai alat untuk penyebaran agama Islam
Tipe Angklung tradisional yang ada di Indonesia, terdiri dari :
  • Angklung baduy yang berasal dari daerah Lebak, Banten
  • Angklung buncis yang berasal dari Bandung
  • Angklung gubrak berasal dari Bogor, serta
  • Angklung bungko dari daerah Cirebon
Perkembangan Angklung Modern di Indonesia, :
  • Pada tahun 1938, Sdr.Daeng Soetigna mengubah Angklung menjadi nada diatonis. Sehingga Angklung ini mampu memainkan berbagai lagu-lagu populer dari segenap penjuru dunia.
  •  Pada tahun 1955, sekelompok musisi Angklung tampil pada acara Konferensi Asia-Afrika untuk pertama kalinya.
  •  Pada tahun 1966, Sdr.Udjo Ngalagena mendirikan Saung Angklung Udjo sebagai pusat konservasi dan pengembangan budaya Sunda.
  •  Pada tanggal 10 September 1968, Daeng Soetigna tampil di depan perwakilan UNICEF di Jakarta.
  •  Pada tahun 1968, Angklung telah ditetapkan sebagai alat pendidikan musik nasional sesuai surat Keputusan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
  •  Selanjutnya sejak tahun 1971, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan Angklung sebagai bagian dari diplomasi budaya ke seluruh dunia.
Pengembangan Angklung, selanjutnya dipergunakan sebagai sarana ;
  •  Aktivitas ritual
  •  Hiburan
  •  Pendidikan
  •  Alat penyembuhan, dan
  •  Alat bantu pelatihan